Tampilkan postingan dengan label Dan Nimmo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dan Nimmo. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Desember 2010

Komunikator Politik

Setiap orang bisa saja berkomunikasi tentang politik, namun tidak setiap orang dapat dikategorikan sebagai komunikator politik. Pembahasan tentang komunikator politik berikut sepenuhnya diadopsi dari teori Dan Nimmo.
Menurut Dan Nimmo komunikator politik dapat dibagi ke dalam tiga figur, yakni politikus, aktivis dan profesional. Tanpa bermaksud menyederhanakan hakikat komunikator politik, Nimmo memberikan penjelasan yang seringkali menjadi rujukan karena bukan hanya bersifat teoritis, melainkan juga dianggap aplikatif oleh beberapa akademisi dan praktisi. Berikut penjelasannya:[1]

a. Politikus
Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintahan, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
Daniel Katz, seperti dikutip Nimmo, membedakan politikus ke dalam dua kelompok yang berbeda berkenaan dengan sumber aktivitas kepentingan politik pada proses politik, yaitu politikus ideolog dan politikus partisan.
Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama. Mereka tidak begitu concern pada tuntutan seorang koneksi atau kelompoknya. Politikus ideolog lebih menyibukkan diri untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahkan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner, jika hal itu dianggap dapat membuahkan kebaikan bersama. Sementara politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih memperjuangan kepentingan koneksi atau kelompoknya.

b. Profesional
Profesional adalah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan kerja komunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, sebagai suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama, yakni; Pertama, munculnya media massa yang meminta batas-batas rasial, etnis, kelas, pekerjaan dan wilayah; dan Kedua, perkembangan media khusus yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan.
Media massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional ”yang mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompok-kelompok yang dibedakan”. James Carey, dalam Nimmo, mengatakan bahwa komunikator profesional adalah makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi di bawah desakan atau tuntutan yangdibebankan oleh khalayak akhir dan oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis pada satu sisi dan para promotor pada sisi lain.
Jurnalis berkaitan dengan media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian, dan penyerahan laporan mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah, radio, televisi, atau media lain; koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita; eksekutif stasiun atau jaringan televisi dan radio; dan sebagainya. Sebagai komunikator profesional, jurnalis secara khas merupakan karyawan organisasi berita yang menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum, menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.
Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau pemerintah, pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers kepresidenan, personel periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah publisitas kandidat politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film, pelatih pidato, dan lain-lain) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa.

c. Aktivis
Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat ”juru bicara” bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan profesional dalam komunikasi. Namun, ia cukup terlibat dalam politik dan semi-profesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi. Dalam konteks berbeda, juru bicara ini sama dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota suatu organisasi.
Kedua, terdapat ”pemuka pendapat” yang bergerak dalam jaringan interpersonal. Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis, meminta petunjuk dari orang-orang yang dihormati mereka. Apakah untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan yang telah dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat. Mereka tampil dalam dua bidang: (a) Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain; artinya, seperti politikus ideologis dan promotor profesional, mereka meyakinkan orang lain kepada cara berpikir mereka. Dan     (b) Mereka meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat umum. Dalam arus komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari media massa kepada pemuka pendapat dan dari mereka kepada bagian penduduk yang kurang aktif. Banyak studi yang membenarkan pentingnya kepemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting.


[1] Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan dan Media (Bandung: Rosdakarya, 2005).

Selasa, 09 November 2010

Komunikasi, Sebuah Pengantar


Sebagai sebuah disiplin, definisi tentang komunikasi tersebar sangat banyak dan mengandung beragam perspektif. Ada beberapa definisi yang cukup baik disajikan oleh para ahli.
Definisi komunikasi yang paling utama disampaikan oleh Harold D. Lasswell. Menurut Lasswell, komunikasi adalah who says what, in which channel, to whom, with what effect (siapa mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan efek apa).[1]
Jika diterjemahkan, definisi Lasswell mengandung arti bahwa dalam komunikasi akan selalu ada komunikator (who), pesan (says what), media (in which channel), komunikan (to whom), dan dampak dari pesan (with what effect). Jadi menurut Lasswell, komunikasi merupakan sebuah aktivitas atau proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang dapat menimbulkan efek tertentu.
Carl I. Hovland membuat dua definisi berbeda mengenai ilmu komunikasi dan komunikasi. Menurut Hovland, ilmu komunikasi adalah upaya sistematis untuk merumuskan asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Sementara komunikasi didefinisikan sebagai the process to modify the behavior of other individuals (proses untuk mengubah  tingkah laku orang lain).[2]
Definisi ini mengandung arti bahwa komunikasi bukan saja proses penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan opini publik dan sikap publik, yang dalam kehidupan sosial dan politik mempunyai peranan yang sangat penting.
Komunikasi dalam definisi Dan Nimmo adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasar itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol.[3]
Definisi Dan Nimmo mengandung pengertian; Pertama, proses komunikasi baru terjadi ketika manusia melakukan interaksi sosial; Kedua, dalam komunikasi itu terdapat bukan hanya penyampaian dan pertukaran pesan, namun juga adanya konstruksi makna. Makna, dalam pandangan Nimmo, bukan sesuatu yang “given”, melainkan sesuatu yang diciptakan, diberikan, ditentukan, dan terjadi atas suatu proses transaksi, bukan dalam proses interaksi atau sebagai sebuah reaksi; Ketiga, dalam komunikasi terdapat intepretasi dan persepsi terhadap dunia, lalu manusia saling bertukar intepretasi dan persepsinya itu.
Menurut Pien Supinah, komunikasi adalah suatu proses yang terjadi antara dua orang atau lebih yang membentuk pertukaran informasi satu dengan yang lainnya yang akhirnya timbul saling pengertian yang mendalam atau terciptanya suatu kebersamaan makna.[4]
Yang menarik dari definisi ini adalah istilah “terciptanya kebersamaan makna.” Bagi Pien, dalam komunikasi orang berusaha untuk menjadi saling mengerti akan makna yang sama dari pertukaran informasi yang dilakukan. Kebersamaan makna memiliki pengertian bahwa pesan yang disampaikan komunikator “bisa diterima” langsung oleh komunikan. Term “bisa diterima” mengandung pengertian; (1) sampai, atau (2) dimengerti. Kebersamaan makna yang terjalin menjadi tolak ukur bahwa komunikasi yang dilakukan efektif.
Sebagai kesimpulan dari definisi-definisi di atas, dalam blog ini komunikasi diterjemahkan sebagai sebuah proses penyampaian informasi atau transmisi pesan dan penciptaan makna melalui media yang mempunyai pengaruh dan efek, serta dapat membangun opini publik dan mampu membentuk sikap indivual atau kelompok.
Definisi di atas sekaligus merupakan kesimpulan dari dua arus utama pemikiran dalam komunikasi. Seperti yang dinyatakan John Fiske, komunikasi terdiri dari dua arus pemikiran utama; Pertama, komunikasi diterjemahkan sebagai proses transmisi pesan (transmission of messages). Hal ini terkait pada bagaimana komunikator dan komunikan melakukan “encode” dan “decode”, serta bagaimana komunikator menggunakan saluran dan media komunikasi. Hal ini menjadikan komunikasi sebagai sebuah proses dimana seseorang mempengaruhi tingkah laku atau pikiran orang lain.[5]
Kedua, komunikasi dianggap sebagai penciptaan dan pertukaran makna-makna (production and exchange of meanings). Hal ini terkait bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan manusia dalam rangka membuat makna; ini sangat berkaitan dengan peran teks di dalam budaya manusia. Bagi aliran pemikiran ini, komunikasi dianggap sebagai studi mengenai teks dan budaya.[6]
Adanya transmisi pesan dan penciptaan makna oleh komunikator dengan komunikan melalui saluran tertentu, tidak disangsikan lagi merupakan prinsip dasar komunikasi. Yang juga tidak dapat dilupakan adalah adanya gangguan (noise) yang mungkin terjadi pada penggunaan saluran komunikasi, dan munculnya feedback sebagai respons komunikasi atas pesan yang ditransmisikan komunikator.
Onong Uchjana Effendy membuat ikhtisar mengenai lingkup komunikasi yang dapat ditinjau dari beberapa aspek.[7] Pertama, ditinjau dari komponennya. Komponen komunikasi terdiri atas komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Kedua, ditinjau dari prosesnya. Proses komunikasi terdiri atas proses secara primer dan secara sekunder.
Ketiga, ditinjau dari bentuknya. Bentuk komunikasi mencakup (1) komunikasi persona, yang terdiri dari komunikasi intrapersonal dan antar persona; (2) komunikasi kelompok, yang terdiri dari komunikasi kelompok kecil (ceramah, diskusi panel, simposium, forum, seminar, brainstorming, dan lai-lain) dan komunikasi kelompok besar; (3) komunikasi massa, seperti pers, radio, televisi, film, dan lain-lain; (4) komunikasi medio, seperti komunikasi melalui surat, telepon, pamphlet, poster, spanduk, dan lain-lain.
Keempat, ditinjau dari sifatnya. Sifat komunikasi antara lain (1) tatap muka; (2) bermedia; (3) verbal, mencakup lisan dan tulisan; (4) non-verbal, mencakup bahasa isyarat dan bergambar.
Kelima, ditinjau dari metodenya. Metode komunikasi antara lain jurnalistik, public relation, periklanan, pameran, publisitas, propaganda, psywar, dan penerangan.
Keenam, ditinjau dari tekniknya. Teknik komunikasi mencakup komunikasi informatif, komunikasi persuasif, komunikasi koersif, dan hubungan manusiawi.
Ketujuh, ditinjau dari tujuannya. tujuan komunikasi adalah perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behavior change) dan perubahan sosial (social change).
Kedelapan, ditinjau dari fungsinya. Fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influence).
Kesembilan, ditinjau dari modelnya. Model komunikasi antara lain komunikasi satu tahap (one step flow communication), komunikasi dua tahap (two step flow communication) dan komunikasi multitahap (multistep flow communication).
Kesepuluh, ditinjau dari bidangnya. Bidang dalam komunikasi  mencakup komunikasi sosial, komunikasi manajemen, komunikasi perusahaan, komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi antar-budaya, komunikasi pembangunan, komunikasi lingkungan, dan komunikasi tradisional.
Melihat deskripsi komunikasi di atas, maka dapat diketahui ada beberapa hal penting yang terkandung dalam proses komunikasi, yakni komunikator, pesan, media dan efek. Unsur-unsur komunikasi tersebut akan dibahas pada judul lain di blog ini. Semoga bermanfaat.


[1] Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktik (Bandung: Rosdakarya, 1999), p. 10.
[2] Ibid.
[3] Dan Nimmo, Komunikasi Politik; Komunikator, Pesan dan Media (Bandung: Rosdakarya, 2005), p. 6.
[4] Pien Supinah, “Wawasan komunikasi,” Diktat Mata Kuliah Ilmu Komunikasi, Magister Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tanggal 16 Mei 2009.
[5] John Fiske, Introduction to Communication Studies, Second Edition (New York: Routledge, 1990), p. 2.
[6] Ibid.
[7] Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, p. 6-9.