Minggu, 05 Desember 2010

Komunikasi Politik


Komunikasi politik modern merupakan sebuah bidang studi interdisiplin yang terus berkembang seiring berkembangnya gejala baru di bidang komunikasi dan politik. Perkembangan gejala baru itu diidentifikasikan oleh para pakar dimulai dari adanya tingkah laku baru para pemilih pada saat pemilu, teknik pengumpulan informasi mengenai orientasi pemilih, atau berkembangnya media dan teknologi informasi dan komunikasi yang memberi pengaruh luas kepada pemilih.
Teori dan definisi baru mengenai komunikasi politik juga turut berkembang. Namun teori dan definisi tersebut umumnya tidak terlepas dari teori dan definisi para pakar sebelumnya, kecuali teori komunikasi politik yang menekankan perkembangan media baru di era internet.
Banyak definisi mengenai komunikasi politik yang telah diberikan oleh para pakar, tapi tentunya tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Definisi bagus dan paling sederhana diberikan oleh Chaffee, sebagaimana dikutip oleh Lynda Lee Kaid. Menurut Chaffee “Political communication is the role of communication in the political process” (komunikasi politik adalah peran komunikasi di dalam proses politik).[1]
Definisi singkat yang ditawarkan oleh Chaffee mengandung pengertian bahwa semua aktivitas komunikasi, verbal maupun non-verbal, yang berada dalam proses politik merupakan komunikasi politik. Pengertian “proses politik” dalam definisi tersebut tidak menunjukkan pada proses politik sebagaimana yang terdapat dalam konsepsi “sistem politik,” melainkan pada semua kegiatan politik.
Menurut Denton dan Woodward, sebagaimana dikutip Brian McNair, komunikasi politik adalah diskusi murni mengenai alokasi sumber daya publik (pendapatan, pajak atau penghasilan), otoritas pemerintah (pihak yang diberikan kekuasaan untuk merancang, membuat dan menjalankan hukum dan keputusan), serta diskusi mengenai sanksi-sanksi pemerintah (penghargaan atau hukuman dari negara).[2]
Pada definisi ini dikatakan bahwa kegiatan komunikasi politik merupakan semua diskusi yang melibatkan input, proses dan output sebagaimana yang terdapat dalam konsepsi sistem politik. Definisi Denton dan Woodward di atas mencakup seluruh bentuk retorika politik verbal dan tertulis. Namun menurut Brian McNair, definisi tersebut tidak mencakup tindakan komunikasi simbolik yang pada hakikatnya berguna untuk memahami segenap proses politik secara utuh.[3]
Brian McNair mendefinisikan komunikasi politik mencakup; (1) Semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh politisi dan aktor politik lain untuk mencapai tujuan-tujuan spesifik; (2) Komunikasi yang ditujukan kepada aktor-aktor politik oleh kelompok-kelompok non-politisi seperti pemilih dan kolumnis koran; (3) Komunikasi mengenai aktor-aktor politik beserta aktivitas mereka, seperti yang terdapat di dalam news report, editorial, dan bentuk-bentuk lain dalam diskusi media.[4]
Bagi Michael Rush dan Phillip Althoff, komunikasi politik adalah proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan.[5]
Richard M. Perloff mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses dimana kepemimpinan nasional, media dan masyarakat saling bertukar dan memberi makna terhadap pesan-pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik. [6]
Definisi Perloff di atas mengandung beberapa unsur; Pertama, Komunikasi politik merupakan sebuah proses. Komunikasi politik tidak dapat terjadi secara otomatis begitu saja, di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang kompleks dan dinamis. Di samping itu, proses tersebut juga mengandung adanya tarik-menarik pengaruh. Pemerintah mempengaruhi media dengan menawarkan bahan untuk pemberitaan, sementara media mendesak para politisi melalui serangkaian mekanisme institusional sebagai deadline dan nilai berita. Pada sisi yang lain media juga dapat mempengaruhi masyarakat, namun masyarakat juga dapat membentuk agenda media.
Kedua, pesan dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan pemerintahan atau yang berhubungan dengan kebijakan publik. Komunikasi politik, dengan demikian, tidak hanya concern dengan persoalan pemilu, namun pada segenap hal yang berkaitan dengan politik. Dengan kata lain, komunikasi politik terjadi ketika masyarakat, media dan pemerintah saling “berdialog” mengenai isu-isu seputar elit dan publik.
Pippa Norris menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan sebuah proses yang interaktif  mengenai transmisi informasi di antara para politisi, media dan publik. Proses tersebut bersifat downward dari institusi pemerintah kepada masyarakat, bersifat horizontal di antara para aktor politik, dan bersifat upward melalui opini publik kepada penguasa.[7]
Tiga bagian penting dalam komunikasi politik menurut Norris adalah produksi pesan, isi pesan dan efek pesan. Proses produksi pesan adalah bagaimana pesan dihasilkan oleh politisi seperti partai atau kelompok kepentingan, lalu ditransmisikan menggunakan saluran langsung (seperti iklan politik) atau saluran tidak langsung (seperti koran, radio dan televisi). Isi pesan mencakup jumlah dan bentuk reportase politik yang ditampilkan dalam berita di televisi, keseimbangan partisan dalam pers, ulasan mengenai kampanye dan event tertentu dalam pemilihan, reportase agenda setting dalam isu-isu politik, dan representasi kaum minoritas dalam pemberitaan media. Efek pesan menaruh perhatian pada tingkat masyarakat. Isu kuncinya terfokus pada analisis dampak potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat seperti pada pengetahuan politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik, serta pada tingkah laku politik. Metode yang digunakan umumnya dengan menggunakan survey atau studi eksperimen.[8]
Sebagai sebuah kesimpulan, komunikasi politik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian informasi atau transmisi pesan politik  dan konstruksi makna oleh aktor-aktor politik melalui media yang mempunyai pengaruh dan efek dalam interaksi sosial dan politik. Dalam perkembangannya di lapangan, komunikasi politik yang dilakukan secara terarah, efektif dan berkisanbungan dapat membangun opini publik dan mampu membentuk sikap indivual atau kelompok.
Kesimpulan ini memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan segenap tindakan berupa penyebaran aksi, makna, atau pesan yang terkait dengan fungsi suatu sistem politik, yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan dan efek).
Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang, hingga ruang lingkup yang lebih luas dan massif.
Bisa digarisbawahi bahwa komunikasi politik, sebagaimana juga dinyatakan oleh Itzhak Galnoor, pada akhirnya merupakan bagian dari infrastruktur politik, sebuah kombinasi dari interaksi sosial dimana informasi digabungkan ke dalam karya kolektif dan hubungan kekuasaan yang saling mengisi.[9]


[1] Lynda Lee Kaid, Handbook of Political Communication Research (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2004), p. xiii.
[2] Brian McNair, An Introduction to Political Communication, Third Edition (New York: Routledge, 2003), p. 3.
[3] Ibid.
[4] Ibid, p. 4.
[6] Richard M. Perloff, Political Communication; Politic, Press and Public in America (New Jersey: Lawrence Erlbaum, 1998), p. 8.
[7] Pippa Norris, “Political Communication,” http://www.hks.harvard.edu/fs/pnorris/ Acrobat/Political%20Communications%20encyclopedia2.pdf, Tanggal 1 Desember 2010.
[8] Ibid.
[9] Itzhak Galnoor, “Political Communication and The Study of Politic,” dalam Dan Nimmo, Communication Yearbook 4 (New Jersey: ICA, 1980), p. 102.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar